Pedagang Pasar Tegalgubug Kecam DCKTR

ARJAWINANGUN – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Suropati (Formasi) dan para pedagang Pasar Tegalgubug, kemarin (31/1) menggelar orasi di depan kantor kuwu Desa Tegalgubug dan di lanjut ke Pasar Tegalgubug. Mereka menuntut kepada pihak Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) untuk mencabut keputusan tahun 2012 dan konsisten terhadap aturan yang ada bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial tidak boleh diperjual-belikan.
DCKTR juga agar memberhentikan secepatnya bangunan los yang ada di fasilitas umum karena legalilitasnya tidak jelas, serta meminta ketegasan aparat penegak hukum untuk menghentikan kegiatan gayus-gayus Arjawinangun yang selalu memaksa pedagang, karena hal itu merupakan kekerasan psikis dan melanggar HAM. Mereka juga meminta kepada lembaga terkait untuk memperjelas status pasar sebagai aset desa sepenuhnya.
Setelah melakukan orasi, akhirnya pihak kuwu Tegalgubug, para pendemo, muspika, pihak pengembang PT Rekarindo Arya Matra, Disperindag, Dishub, DCKTR, Satpol PP, BPN Kab Cirebon, BPMPD, Kantor Pajak Pratama Cirebon, staf ahli bupati, kepala pasar Tegalgubug dan lain-lain berkumpul di salah satu ruangan.
H Makhfud selaku Ketua Formasi mengatakan DCKTR pada awal tahun 2012 kembali membuat runyam persoalan di Pasar Tegalgubug dengan keputusan yang langsung dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan segera membangun los-los permanen di fasilitas umum. “Ada apa dengan DCKTR yang akhirnya mengubah keputusan. Padahal pada bulan Oktober 2010 DCKTR mengeluarkan ederan bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial di Pasar Tegalgubug tidak boleh diperjual-belikan,” tuturnya diamini Aliansi Masyarakat Tegalgubug Bergerak (AMTB).
Salah satu pedagang Pasar Tegalgubug H Maslani Samad mengungkapkan berdasarkan SK Bupati No 08 tahun 1997 tentang penetapan Pasar Tegalgubug menyatakan bahwa Pasar Tegalgubug sepenuhnya milik desa. “Pasar Tegalgubug ini merupakan pasar desa jadi sepenuhnya yang mempunyai kewenangan adalah desa. Dan misalkan ada perubahan siteplan harus seizin desa. Masa iya siteplan yang seharusnya digunakan untuk fasilitas umum yakni tempat parkir dan jalan dibangun bangunan liar,” tuturnya.
Sementara itu, Kuwu Tegalgubug H Sambung mengatakan pada tahun 2003 sudah ada perubahan siteplane, tahun 2005 juga ada perubahan siteplane namun tidak mendapatkan izin BPD Tegalgubug. “Dan tahun ini juga seperti ini lagi, namun kami pihak desa merasa tidak pernah ada koordinasi antara pihak terkait. Dan memang DCKTR pada tahun 2010 mengatakan tidak memperbolehkan adanya perubahan siteplane dan kenapa ini ada perubahan lagi. Kalau ada perubahan harusnya pihak developer dan DCKTR tidak koordinasi dan izin dulu dengan pihak desa,” ungkapnya.
Setelah dilakukan perundingan yang cukup alot, mewakili masyarakat, Camat Arjawinangun Drs Chaidhir Susilaningrat memperoleh kesimpulan. Yakni, sepakat adanya penyerahan kewenangan pengelolaan sepenuhnya dari pihak pengembang atau developer PT Rekarindo Arya Matra kepada Pemdes Tegalgubug. Kedua, penyelesaian permasalahan dilaksanakan oleh tim yang difasilitasi instansi terkait dan ketiga segala kegiatan pihak pengembang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan dihentikan. Kesepakatan itu ditandatangani Kuwu Tegalgubug, Ketua BPD dan LPMD, pihak pengembang dan tokoh masyarakat yang disaksikan dinas terkait. (via)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar